Sabtu, 23 April 2011

Aksiomatika


Apakah sebenarnya hakikat matematika itu? Definisi matematika yang manakah yang diterima secara mutlak selama ini? Untuk menjawab hal itu memanglah tidak mudah, sama tidak mudahnya dengan seorang buta “menggambarkan bentuk tubuh gajah” bila ia hanya meraba sebagian-sebagian dari tubuh gajah itu. Mungkin sewaktu meraba kaki gajah dia mengatakan gajah itu seperti tiang rumah atau pohon besar. Sewaktu meraba belalainya dia mungkin mengatakan bahwa gajah itu seperti seekor ular, demikian seterusnya. Jadi tidak mengherankan kalau ada pihak yang mendefinisikan matematika sebagai “ilmu yang mempelajari struktur dan pola”. Lain pihak mengatakan bahwa matematika adalah “ilmu yang mempelajari bangun-bangun abstrak”, dan sebagainya.
            Meskipun terdapat berbagai pendapat yang nampak berlain-lainan itu, tetap dapat ditarik ciri-ciri yang sama, antara lain adalah bahwa:
1.    Matematika memiliki objek kajian yang abstrak
2.    Matematika mendasarkan diri pada kesepakatan-kesepakatan
3.    Matematika sepenuhnya menggunakan pola pikir deduktif
4.    Matematika dijiwai dengan kebenaran konsistensi
Adapun objek dasar matematika yang menjadi bahan kajian dasar adalah (1) fakta, (2) konsep, (3) relasi-operasi dan (4) prinsip.
            Fakta adalah suatu konvensi yang merupakan suatu cara khas untuk menyajikan ide-ide matematika  dalam bentuk kata atau simbol. Dengan demikian fakta dalam matematika adalah segala sesuatu yang telah disepakati, dia dapat berupa simbol atau lambang dan dapat pula berupa kata-kata. Bila ada seseorang yang mengucapkan kata “tiga”, maka yang akan terbayang di benak kita adalah simbol “3”. Sebaliknya bila kita melihat simbol”3”, maka padanan yang kita buat adalah kata “tiga”. Kata “tiga” dan simbol “3” merupakan fakta dalam matematika.  Contoh fakta yang lain adalah “å“ , kita sepakat menggunakan notasi “å“ untuk menyatakan suatu penjumlahan.
            Konsep adalah ide abstrak tentang klasifikasi objek atau kejadian. Seseorang yang memahami suatu konsep akan dapat menyatakan apakah sesuatu termasuk dalam konsep yang dipahaminya atau tidak. Dengan memahami suatu konsep, seseorang juga akan dapat memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang dimaksud. Jadi, konsep dalam matematika merupakan suatu ide abstrak yang digunakan untuk melakukan klasifikasi atau penggolongan atau pengelompokan terhadap objek. Dengan adanya suatu konsep, dapat diterangkan apakah sesuatu termasuk atau merupakan contoh atau bukan contoh dari ide tersebut. Pada umumnya konsep dalam matematika disusun dari konsep-konsep terdahulu atau fakta. Contoh konsep: segiempat, bilangan, fungsi, vektor, kubus.
            Relasi merupakan suatu aturan untuk mengawankan anggota suatu himpunan dengan anggota himpunan lain, yang dapat sama dengan himpunan semula. Operasi adalah aturan untuk mendapatkan elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Elemen yang diketahui disebuh elemen yang dioperasikan.
Contoh: Relasi menyukai dari himpunan orang ke himpunan buah-buahan.
Operasi tambah merupakan suatu operasi yang bermakna bila ada dua elemen yang dioperasikan, misal 2 + 3 = 5.
Bilangan 2 dan 3 adalah elemen yang diopersikan, dan 5 adalah hasil operasi.
Jika suatu operasi memerlukan 2 buah elemen untuk pemberlakuannya, operasi tersebut dinamakan operasi biner. Suatu operasi yang hanya memerlukan satu elemen untuk memberlakukannya disebut operasi uner, misal Ö. Untuk mengoperasikannya hanya memerlukan sebuah bilangan, misal Ö9 = 3. Dalam hal ini bilangan yang dioperasikan adalah 9 dan hasil operasinya adalah 3.
            Prinsip adalah objek matematika yang paling kompleks. Kekompleksan tersebut dikarenakan adanya sekelompok konsep yang dikombinasikan dengan suatu relasi. Jadi prinsip merupakan hubungan antara 2 atau lebih objek matematika.
Contoh: Jumlah dua bilangan gasal adalah bilangan genap.
            Meskipun di atas telah dikatakan bahwa matematika disusun berdasarkan pola berpikir deduktif, tetapi matematika terbentuk atau berkembang dari pola pikir induktif atau deduktif. Artinya, sifat-sifat dalam matematika ada yang diketemukan berdasarkan kenyataan di lapangan, ada pula yang diketemukan berdasar olah pikir manusia. Apakah perkembangan itu berguna atau tidak dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut bukanlah hal yang merisaukan para matematisi. Karena itulah matematika sering mendapat julukan sebagai suatu ilmu yang kering, sukar dipelajari, dan tidak berguna dalam kehidupan sehari-hari.

PENALARAN  INDUKTIF DAN DEDUKTIF
Dalam kehidupan ini, kita selalu menghadapi permasalahan yang perlu diselesaikan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut kita perlu berpikir kritis. Dalam berpikir kritis itu, kita menggunakan penalaran induktif dan deduktif. Berikut ini akan dibahas penalaran deduktif dan induktif tersebut.
1.    Penalaran induktif
Seseorang menggunakan penalaran induktif jika orang tersebut berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum.
Berikut ini akan diberikan beberapa contoh pengggunaan penalaran induktif.
a.     Dalam penarikan kesimpulan
Pak Dani seorang guru, gajinya kurang dari 5 juta rupiah (KHUSUS)
Bu Susi seorang guru, gajinya kurang dari 5 juta rupiah  (KHUSUS)
Semua guru gajinya kurang dari 5 juta rupiah (UMUM)

b.    Dalam matematika
Pola pikir induktif dalam matematika biasanya digunakan untuk menerka suku umum suatu barisan bilangan.
Berikut ini akan diberikan beberapa contoh
1)  Perhatikan kedudukan titik-titik yang tercetak berderet seperti tampak pada Gambar 1.1. Tentukan bilangan yang menunjukkan banyak titik yang akan akan tercetak berikutnya yang sesuai dengan pola!







·
 

 



Gambar 1.1
2). Perhatikan delapan gambar pada Gambar 1.2.
Buat gambar ke-9 di pojok kanan bawah sehingga sesuai dengan kedelapan gambar yang lain.


 












3)    Jika n suatu bilangan asli ganjil maka n + 2 juga bilangan ganjil.
Apa yang dapat anda katakan tentang n + (n + 2)?
Jawab :
Perhatikan pola berikut.
        Untuk    n = 1, n + 2 = 3, n + (n+2) = 1 + 3 = 4
                      n = 3, n + 2 = 5, n + (n + 2) = 3 + 5 = 8
                       n = 5,  n + 2 = 7, n  + (n+2) = 5 + 7 = 12
                       n = 7, n + 2 = 9, n + (n+2) = 7 + 9 = 16
                         ………………..
         Dari hasil di atas, diperoleh barisan bilangan  n + (n + 2) sebagai berikut:          4, 8, 12, 16,   .  .  .
Kita dapat menyatakan bahwa barisan bilangan tersebut merupakan barisan bilangan yang habis dibagi 4.
4)     Selidiki jumlah 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + …
Jawab:
1                                  = 1 = 12
1 + 3                           = 4 = 22
1 + 3 + 5                     = 9 = 32
1 + 3 + 5 + 7              = 16 = 42
1 + 3 + 5 + 7 + 9        = 25 = 52
……………………………
Tanpa menjumlahkan  1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + 13 + 15 dapat diduga bahwa jumlahnya adalah 82  =  64
Sekarang coba gunakan pola tersebut untuk mendapatkan jumlah dari :
1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + … + 99.


5)        Pola bilangan segitiga dapat dilihat pada Gambar 1.3 berikut.






Gambar   1.3
 
 


Jawab :
Pola bilangan segitiga tersebut adalah:
1  ,  3  ,  6  ,  10  ,      ,      ,  

Dapatkah anda menduga dua bilangan sesudah 10?
6)  Carilah dua bilangan berikutnya dari barisan:
a)      1 , 3 , 6 , 10 , 15 , …
b)      1 , 1 , 2 , 4 , 8 , 12 , 20 , …
7)  Perhatikan barisan bilangan   5 , 7 , 9 , 11 , …
Tentukan suku ke n
Jawab :
Suku ke-1 :          5 = 5
Suku ke-2:           7 = 5  + 1.2
Suku ke-3:           9 = 5  + 2.2
Suku ke-4:          11 = 5 + 3.2
Suku ke-5:          13 = 5 + 4.2
Suku ke-6:          15 = 5 + …..
………………………………….
Suku ke-n:          5 + (n – 1).2 = 3 + 2n
8)        Sekarang coba tentukan suku ke n dari  2 , 8 , 18 , 32 , 50 , …
Suku ke-1 :           2  = 2.1 = 2.11
Suku ke-2:            8  = 2.4 = 2.22
Suku ke-3:           18 = 2.9 = 2.32
Suku ke-4:           32 = 2… = 2…
Suku ke-5:                      50 = ….. =  …..
………………………………….
Suku ke-n:
2.  Pola pikir deduktif
Seseorang mengadakan penalaran deduktif jika orang tersebut berpikir dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. Pada penalaran deduktif, harus diperhatikan bahwa kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada kebenaran pernyataan-pernyataan lain.
            Penarikan kesimpulan yang demikian ini sangat berbeda dengan penarikan kesimpulan pada penalaran induktif yang didasarkan pada hasil pengamatan atau eksperimen yang terbatas. Kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan tidak bisa dijamin bebas dari kesalahan atau salah menafsirkan. Penalaran induktif cocok untuk IPA yang hasil perumusannya sering harus direvisi sedemikian hingga teori-teorinya sesuai dengan hasil pengamatan baru.
Secara umum dapatlah dikatakan bahwa penalaran induktif berperan penting dalam bidang non-matematika, namum berperan kecil dalam matematika. Penalaran deduktif berperan kecil dalam bidang non-matematika, namun berperan besar dalam matematika. Dalam penalaran deduktif, kebenaran setiap pernyataan harus didasarkan pernyataan sebelumnya.
Matematika disusun berdasarkan pola berpikir deduktif, tetapi matematika terbentuk atau berkembang dari pola pikir induktif atau deduktif. Artinya, sifat-sifat dalam matematika ada yang diketemukan berdasarkan kenyataan di lapangan, ada pula yang diketemukan berdasar pola pikir manusia.
Berikut ini akan diberikan beberapa contoh penalaran deduktif.
a.      Dalam penarikan kesimpulan
Semua guru mendapatkan gaji kurang dari 5 juta rupiah (UMUM)
Pak Ali seorang guru (KHUSUS).
Gaji pak Ali kurang dari 5 juta rupiah (KHUSUS)
b.      Dalam matematika
Penggunaan suatu rumus pada keadaan khusus, misal penggunaan teorema Phytagoras untuk menyelidiki apakah suatu segitiga merupakan segitiga siku-siku atau bukan.
·























































·
 
·























































·
 
Selidiki apakah suatu segitiga yang panjang sisinya berturut-turut 3, 4, dan 5 nerupakan segitiga siku-siku atau bukan.
Karena 52 = 32 + 42, maka segitiga yang panjang sisinya berturut-turut 3, 4 dan 5 merupakan segitiga siku-siku.
Selanjutnya kerjakan Latihan berikut.
1.    Carilah polanya dan lengkapi bagian yang kosong.


 

a. 
b.   1, 4, 16, 64, ….. , …..
c.    2, 5, 10, 17, ….. , ……
d.    3, 6, 11, 18, ….. , ……

e.             
·























































·
 
              
2.    Tentukan simpulannya.
a.    Semua manusia akan mati.
Budi adalah manusia.
……………………………
b.    Setiap mahasiswa UNESA harus membayar SPP
Rudy adalah mahasiswa UNESA
……………………………………………………
c.    Ifa seorang siswa, ia  harus rajin belajar
Fia seorang siswa, ia  harus rajin belajar
……………………………………………..
d.    Empat bilangan genap, ia habis dibagi dua.
Delapan bilangan genap, ia habis dibagi dua.
……………………………………………..

      Baik pola pikir deduktif maupun pola pikir induktif dapat memuat kesalahan. Kesalahan pola pikir deduktif dapat terjadi, misalnya dalam contoh penggunaan pola pikir deduktif untuk penarikan kesimpulan. Bila kata gaji diganti dengan penghasilan  akan diperoleh:
Semua guru berpenghasilan kurang dari 5 juta rupiah.
Pak Ali seorang guru


 

      Penghasilan Pak Ali kurang dari 5 juta rupiah
Berdasarkan pola pikir deduktif, simpulan tersebut (Penghasilan Pak Ali kurang dari 5 juta rupiah) seharusnya benar, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa simpulan tersebut salah (Penghasilan Pak Ali lebih dari 5 juta rupiah). Hal ini dapat terjadi karena di samping sebagai guru, Pak Ali juga berdagang. Dengan adanya kenyataan ini berarti bahwa pola pikir deduktif yang digunakan mengakibatkan suatu simpulan yang bernilai salah.

Penjelasan tentang objek dasar matematika lebih lanjut dapat dipelajari dalam buku Bell maupun Begle.
            Untuk memahami bahwa kajian matematika itu adalah abstrak dapat diingat pelajaran yang pernah dikaji selama ini. Misalnya, “bilangan” adalah abstrak, sedang yang kita tulis adalah lambangnya atau simbolnya. Lambang-lambang itulah yang termasuk dalam “fakta”. Sedangkan bilangannya sendiri adalah suatu konsep abstrak, “Garis lurus” misalnya, adalah abstrak. Sebenarnya tidak pernah dijumpai garis lurus seperti yang dibicarakan dalam matematika. Yang digambar dengan penggaris, misalnya, adalah gambaran garis lurus. Demikian juga bangun-bangun geometri. (Karena abstrak itulah maka diperlukan peragaan-peragaan untuk mempermudah mempelajarinya).
            Berbagai macam bilangan, istilah serta pengertiannya merupakan kesepakatan-kesepakatan yang penting dalam matematika. Lambang bilangan yang dipakai sekarang ini, misalnya, adalah juga suatu kesepakatan. Setelah kesepakatan-kesepakatan semacam itu maka dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya secara konsisten digunakan.
            Sebagaimana beberapa ilmu yang lain maka sifat-sifat atau prinsip-prinsip dalam matematika dibentuk atau ditemukan melalui pola pikir deduktif ataupun induktif. Dengan kata lain sifat-sifat atau prinsip-prinsip dalam matematika ada yang ditemukan melalui pengalaman lapangan, ada pula yang tanpa pengalaman lapangan ataupun malah secara intuitif.

            Skema di bawah ini menunjukkan kemungkinan-kemungkinan itu.

      Definisi                                                                      Teorema
      Aksioma                     Deduksi logik                          Aturan
      
                              pengorganisasian
       
                                                                                                 aplikasi
                                            intuisi

      Alam raya                                                               Alam raya

Dibangunnya teorema Pythagoras, dibangunnya teorema Euler adalah dari kenyataan-kenyataan di lapangan. Melalui suatu abstraksi tertentu dicapai generalisasi. Namun kemudian dengan menggunakan pola pikir deduktif dapat dibuktikan teorema-teorema tersebut. Dalam proses itulah jelas adanya daya kreativitas para penemunya. Berikut ini ditunjukkan contoh bagaimana daya kreativitas dan intuisi bekerjasama untuk menemukan suatu sifat dalam geometri.













 













Mula–mula diamati dua buah garis sejajar g dan h, titik A, B, dan C di garis g, sedangkan titik P, Q, dan R di garis h. Kemudian masing-masing titik dihubungkan dengan setiap titik di garis lain. Ternyata tampak bahwa ada tiga titik potong garis-garis hubung itu yang terletak pada satu garis lurus, yaitu X, Y dan Z.
Bagaimanakah halnya bila kedua garis g dan h tidak sejajar?
Bagaimanakah halnya jika garis g dan h itu tidak lurus?
Bagaimanakah halnya jika kedua garis tak lurus itu merupakan bagian dari sebuah lingkaran?
Ternyata selalu ditemukan tiga titik semacam X, Y, dan Z yang segaris.
Selanjutnya temuan itu harus dapat dibuktikan kebenarannya menggunakan kesepakatan-kesepakatan atau sifat-sifat yang sudah ada. Jadi akhirnya haruslah digunakan pola pikir deduktif.


PENGERTIAN PANGKAL DAN PERNYATAAN PANGKAL


            Dalam kehidupan sehari-hari hampir selalu dijumpai pendapat bahwa 2 + 3 haruslah 5. Mengapa? Sebenarnya meskipun secara khusus tidak ditulis lagi, dalam kehidupan sehari-hari telah “disepakati” bahwa kita selalu bicara dalam lingkup bilangan dengan basis sepuluh. Demikian juga simbol atau lambang bilangan yang dipakai, telah disepakati. (Coba renungkan ada seorang peserta seminar bertanya: “Kapan kesepakatan itu dimulai atau diadakan?”.  Untuk menjawab itu tidak bisa tidak kita harus hormat kepada guru-guru SD kita dulu). Dengan kata lain, kalau diubah “basis bilangannya” akan diperoleh jawaban yang lain. Ini berarti bahwa semesta atau univers pembicaraan  harus diperhatikan dalam matematika, dan dalam setiap semesta itu diperlukan ada pangkal-pangkal kesepakatan. Pangkal-pangkal kesepakatan itu dapat berupa “pernyataan” dapat pula berupa “Pengertian atau unsur” tertentu.
            Dalam suatu struktur matematika disepakati  terdapat “pernyataan pangkal  atau biasa disebut “aksioma” dan “pengertian atau unsur pangkal” atau sering disebut “unsur primitif atau undefined term”. Aksioma diperlukan dalam suatu struktur matematika agar dapat dihindarkan “berputar-putar dalam pembuktian” atau “circulus in probando”. Sedangkan unsur primitif dalam suatu struktur matematika perlu untuk menghindarkan “berputar-putar dalam pendefinisian” atau “circulus in definiendo”. Hal tersebut sekaligus menunjukkan bahwa kebenaran suatu pernyataan dalam matematika sangat tergantung pada kebenaran pernyataan-pernyataan dan unsur-unsur terdahulu yang telah diterima sebagai benar/disepakati. Ini jelas menunjukkan bahwa dalam matematika dianut kebenaran koherensi atau kebenaran konsistensi.
Contoh yang mudah diingat dan dipahami dapat diambil dari Geometri Euclides, misalnya:
(1)  titik, garis dan bidang dipandang sebagai unsur primitif;
(2)   melalui dua buah titik ada tepat sebuah garis lurus yang dapat dibuat, sebagai salah satu aksioma.
Dari unsur-unsur primitif dan aksioma tertentu dapat diturunkan suatu pernyataan lain yang sering disebit sebagai “teorema”. Demikian juga dapat dibuat definisi tentang suatu konsep lain.

MEMBEDAKAN BEBERAPA AKSIOMA


            Di bagian terdahulu telah dijelaskan tentang aksioma. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang beberapa aksioma yang dapat membentuk sistem aksioma.

1.    Sistem aksioma dan syaratnya
      Untuk suatu struktur matematika biasanya didahului dengan beberapa unsur primitif dan beberapa pernyataan atau aksioma. Beberapa aksioma tersebut sering juga disebut sistem aksioma.  Agar suatu kumpulan aksioma dapat merupakan sebuah sistem , diperlukan syarat-syarat yang penting. Syarat-syarat itu adalah:
(1)  Konsisten (taat asas)
(2)  Independen (bebas)
(3)  Komplit atau lengkap
(4)  Ekonomis
Dari ketiga syarat tersebut yang utama adalah nomor (1), (2) dan (3), sebab nomor (4) seringkali dapat juga dipandang sebagai akibat syarat nomor (2).
Suatu sistem aksioma dikatakan memenuhi syarat “konsisten” bila pernyataan-pernyataan dalam kumpulan aksioma itu tidak kontradiktif. Non-kontradiktif itu bukan hanya dalam makna pernyataannya saja, tetapi juga dalam hal istilah serta simbol yang digunakan.
Perhatikan contoh berikut ini.

Aksioma 1: 2 * 6 = 4
Aksioma 2: 4 * 1 = 1
Aksioma 3: Jumlah dua hal yang sama akan menghasilkan sesuatu yang sama.
Aksioma 4: (2 * 6) * (4 * 1) = 5
Keempat aksioma di atas tidak konsisten, sebab berdasarkan aksioma 1, 2, dan 3 didapat:
(2 * 6) * (4 * 1) = 4 * 1 = 1 yang bertentangan dengan aksioma 4.
            Suatu sistem aksioma dikatakan memenuhi syarat “independen” bila masing-masing pernyataan dalam kumpulan aksioma itu tidak saling bergantung, artinya pernyataan atau aksioma yang satu harus tidak diturunkan atau diperoleh dari aksioma-aksioma yang lain.
Perhatikan contoh berikut.
Aksioma 1: Jumlah dua bilangan genap adalah bilangan genap.
Aksioma 2: Jumlah dua bilangan gasal adalah bilangan genap.
Aksioma 3: 1 + 7 = 8
Sistem aksioma tersebut tidak independen, sebab aksioma 3 dapat diturunkan dari aksioma 2.
Suatu sistem aksioma dikatakan “lengkap” bila setiap pernyataan yang diturunkan  dari sistem itu dapat dibuktikan kebenaran atau kesalahannya. (Tentu dalam lingkup logika dikotomis). Bila aksioma dalam suatu sistem aksiomatik tidak lengkap, maka tidak dapat diperoleh teorema-teorema. Misal salah satu aksioma dalam geometri Euclides dihilangkan, maka tidak akan diperoleh teorema-teorema dalam sistem tersebut.
Suatu sistem aksioma dikatakan memenuhi syarat “ekonomis”  bila simbol-simbol atau istilah-istilah yang digunakan tidak berlebihan (tidak redundan), selain itu juga pernyataan dalam kumpulan aksioma itu tidak ada yang memiliki makna sama.
Perhatikan contoh berikut.

Aksioma 1: 2 * 6 = 4
Aksioma 2: 4 * 1 = 1
Aksioma 3: Jumlah dua hal yang sama akan menghasilkan sesuatu yang sama.
Aksioma 4: (2 * 6) * (4 * 1) = 1
Keempat aksioma di atas bersifat redundan atau tidak ekonomis sebab
 (2 * 6) * (4 * 1) = 4 * 1 = 1
Sebenarnya aksioma 4 tidak perlu ada, cukup aksioma 1, 2 dan 3 saja.

 (Coba carilah contoh suatu sistem aksioma, kemudian tunjukkan terpenuhinya syarat-syarat tersebut di atas).

2. Klasifikasi aksioma

Dalam setiap ilmu terdapat suatu cara klasifikasi, yang masing-masing cara klasifikasi itu tentu saja memiliki dasar tertentu. Klasifikasi yang diadakan tidak dimaksudkan untuk mempersulit mereka yang mempelajarinya , malah sebaliknya akan dapat mempermudah mereka yang mempelajari ilmu tersebut.
Dalam matematika dikenal beberapa klasifikasi aksioma. Berikut ini diperkenalkan dua cara klasifikasi, yakni:
a.    aksioma yang “self evident truth” dan yang “non-self evident truth”
b.    aksima “material”, “formal” dan “diformalkan”.
Sudah barang tentu suatu aksioma dapat disoroti dari kaca mata cara klasifikasi itu.
Klasifikasi a
            Suatu aksioma dikatakan “self evident truth”  bila dalam pernyataannya memang telah langsung tergambar kebenarannya. Ini tampak jelas pada aksioma dari Geometri Euclides, misalnya dalam planimetri: “Melalui dua buah titik berlainan hanya dapat dibuat tepat satu garis”.
            Suatu aksioma dikatakan “non-self evident truth” akan terlihat sebagai pernyataan yang mengaitkan fakta, dan konsep (dapat lebih dari satu) dengan menggunakan suatu relasi tertentu, sehingga lebih terlihat sebagai suatu kesepakatan saja. Ingat sistem aksioma Ruang Metrik, Grup, Topologi, Poset, dan masih banyak yang lain. Justru karena cara pengangkatan aksioma semacam itulah yang memberikan kemungkinan lebih besar atas perkembangan matematika.
Klasifikasi b
            Suatu aksioma dikatakan aksima “material”, bila unsur-unsur serta relasi yang terdapat  dalam aksioma itu masih dikaitkan langsung dengan realitas atau dikaitkan dengan materi tertentu atau dianggap ada yang sudah diketahui. (Perhatikan aksioma Euclides; yang ternyata juga diketahui bahwa tidak lengkap).

Suatu aksioma dikatakan aksioma “formal  bila unsur-unsurnya dikosongkan dari arti, namun masih dimungkinkan adanya unsur atau relasi yang dinyatakan dengan bahasa biasa antara lain terlihat dengan masih bermaknanya kata  “atau”, “dan” dan sebagainya dalam logika.. (Perhatikan aksioma dalam aljabar abstrak).

Suatu aksioma dikatakan aksioma “diformalkan” bila semua unsur termasuk tanda logika dikosongkan dari makna, sedemikian hingga semua unsur diperlakukan sebagai simbol belaka.

 

(Renungkan pernyataan ini: “Hakim tertinggi dalam matematika yang dapat menentukan apakah suatu pernyataan benar atau salah adalah STRUKTURNYA.  Sedangkan hakim tertinggi dalam IPA adalah REALITAS”).


KONSEP BUKAN PANGKAL

            Di bagian terdahulu telah dikemukakan adanya pengertian pangkal atau unsur primitif. Secara kurang tepat sering juga disebut “konsep tak didefinisikan”. Dalam suatu struktur tertentu banyak dijumpai konsep-konsep yang didefinisikan berdasarkan konsep-konsep terdahulu. Konsep-konsep semacam ini dalam tulisan ini disebut konsep bukan pangkal.  Selain itu dalam tulisan ini pengertian konsep yang dipakai adalah “ide abstrak yang dapat digunakan untuk melakukan penggolongan atau klasifikasi”.
Suatu konsep dapat  dibentuk melalui suatu abstraksi. Sebagi contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengatakan bahwa sepeda, kereta api, mobil, becak adalah kendaraan. Tetapi rumah, pohon , batu  bukan kendaraan. Ini berarti “kendaraan” adalah suatu konsep. Konsep kendaraan itu dapat saja dipandang sebagai suatu abstraksi dari beberapa kendaraan khusus tertentu.

1.    Konsep dan pembentukannya.
Di bagian terdahulu telah disebutkan selintas tentang pembentukan sutu konsep. Demikian juga pengertian konsep yang digunakan dalam tulisan ini. Dalam matematika dikenal banyak konsep. Misal: “segitiga”, “segiempat” dan sebagainya, dikenal juga konsep “ruang metrik”, “grup”, dan masih banyak lagi.
Jika disebut “segitiga”, maka ide itu dapat digunakan untuk melakukan pengelompokan atau klasifikasi, sedemikian hingga suatu bangun datar dapat termasuk segitiga atau tidak. Demikian juga konsep-konsep yang lain. Bagaimanakah pembentukan suatu konsep itu?
            Pembentukan suatu konsep bisa melalui:
(1)  abstraksi, misalnya : pembentukan bilangan melalui dua kali abstraksi.
(2)  idealisasi, misalnya: “kerataan” suatu bidang dan “kelurusan” suatu garis.
(3)  abstraksi dan idealisasi, misalnya: “kubus”, “kerucut”.
(4)  penambahan syarat pada konsep terdahulu, misalnya: “belahketupat” dari “jajargenjang”.


2.    Definisi atau Batasan.
Di bagian terdahulu pembentukan suatu konsep ditunjukkan dengan penekanan pada prosesnya. Sedangkan agar dapat jelas dan dapat digunakan secara operasional perlu diungkapkan dalam suatu kalimat yang memuat pembatasan-pembatasan. Jadi definisi  suatu konsep adalah “ungkapan yang dapat digunakan untuk membatasi suatu konsep”. “Trapesium” adalah suatu konsep. Sedangkan definisi trapesium misalnya :
“Trapesium adalah segiempat yang terjadi jika sebuah segitiga dipotong oleh garis yang sejajar salah satu sisinya”.
Inilah ungkapan yang membatasi konsep trapesium itu.
            Suatu ungkapan yang membatasi  suatu konsep belum memiliki nilai benar maupun salah. Tetapi setelah ditetapkan atau disepakati dalam suatu struktur maka selanjutnya ungkapan itu memiliki nilai benar. Definisi atau ungkapan yang membatasi suatu konsep ada beberapa jenis.

(1)  Beberapa jenis definisi
Definisi suatu konsep dapat dibedakan menjadi:
(a)  Definisi Analitik
Suatu definisi dikatakan bersifat analitis bila definisi tersebut menyebutkan genus proksimum dan deferensia spesifika.(Genus: keluarga terdekat; deferensia spesifika : pembeda khusus).
Perhatikan definisi ini (dalam suatu struktur definisi tertentu).
·         Belahketupat adalah jajargenjang yang ………..
·         Belahketupat adalah segiempat yang ……….
Definisi yang pertama menunjukkan genus proksimum yaitu: jajargenjang”, sedangkan pada definisi kedua tidak menyebutkan genus proksimum, yang berakibat tidak ekonomis. Sedangkan deferensia spesifikanya adalah keterangan yang terdapat di belakang kata “yang”.

(b)  Definisi ginetik
Suatu definisi dikatakan bersifat ginetik jika definisi itu menunjukkan atau mengungkapkan cara terjadinya atau membentuknya konsep yang didefinisikan.
Perhatikan definisi ini:
·         Trapesium adalah segiempat yang terjadi jika sebuah segitiga dipotong oleh sebuah garis yang sejajar salah satu sisinya.
·         Jaring-jaring limas adalah bangun yang terjadi jika sisi-sisi limas direbahkan dengan poros rusuk alas hingga sampai ke bidang pemusat alasnya.

(c)  Definisi dengan rumus
Suatu definisi tidak selalu dinyatakan dengan ungkapan berbentuk kalimat biasa, dapat juga diungkapkan dengan kalimat matematika. Dengan demikian dapat berbentuk suatu rumus.
Perhatikan definisi ini:
·         Dalam ilmu bilangan atau field: a – b = a + (-b)
·         Dalam aljabar atau analisis:
 f : A ®B = {(a,b) Î A x B½(a,b), (a,b’) Î f ® b = b’}
·         Dalam aljabar, n! = 1.2.3. . . . (n-2)(n-1)n., dengan 0! = 1! = 1
(Bentuk terakhir itu ada juga yang menyebut dengan bentuk induksi).
       
(2) Unsur-unsur suatu definisi.
Suatu definisi memuat unsur-unsur berikut.
(a)  Latar belakang
Latar belakang suatu definisi merupakan keterangan atau penjelasan yang memungkinkan berlakunya definisi tersebut.
(b) Genus
Genus suatu definisi merupakan golongan yang melingkupi konsep yang didefinisikan.
(c)  Lingkup
Lingkup atau istilah adalah konsep yang didefinisikan
(d) Atribut
Atribut merupakan ciri-ciri khusus yang dimiliki konsep yang didefinisikan.
      Perhatikan dua kalimat definisi di bawah ini.
·         Segitiga samasisi adalah segitiga yang ketiga sisinya sama.
·         Suatu segitiga adalah samasisi jika dan hanya jika ketiga sisinya sama.
Definisi tersebut di atas dapat diperhatikan unsur-unsurnya, yaitu:
(a)  Latar belakangnya, dalam hal di atas adalah “bangun datar”.
(b)  Genusnya, dalam hal di atas adalah “segitiga”
(c)  Istilah yang didefinisikan, dalam hal di atas adalah “segitiga samasisi”
(d)  Atributnya, dalam hal di atas adalah “ketiga sisinya sama”.

Terlihat bahwa untuk menentukan unsur-unsur suatu definisi akan lebih mudah bila kalimat definisinya seperti bentuk kedua, yaitu menggunakan kata “jika dan hanya jika”. Hal itu akan lebih terasa bila akan menentukan atribut dari definisi itu.
Coba cari unsur-unsur definisi berikut.
Suatu fungsi dikatakan kontinu dalam domain D, jika fungsi itu kontinu di semua titik D.

(2)  Intensi dan ekstensi suatu definisi

Sekarang akan ditnjau segi lain dari definisi. Perhatikan beberapa definisi di bawah ini.

(a)  Segitiga samasisi adalah segitiga yang ketiga sisinya sama.
(b)  Segitiga samasisi adalah segitiga yang ketiga sudutnya sama.
(c)  Segitiga samasudut adalah segitiga yang ketiga sudutnya sama.
(d)  Segitiga samasudut adalah segitiga yang ketiga sisinya sama.
Definisi (a) dan (b) mendefinisikan hal yang sama, yaitu segitiga samasisi, tetapi atributnya berbeda, yang satu mengutamakan perhatian kepada “sisi” sedangkan yang lain mengutamakan perhatian kepada “sudut”.
Demikian juga definisi (c) dan (d), tetapi hal yang didefinisikan adalah segitiga sama sudut.
Bagaimanakah himpunan bangun segitiga yang disefinisikan oleh keempat definisi di atas?
Apakah himpunan bangun itu sama ataukah tidak?
Adakah segitiga samasisi yang bukan segitiga samasudut?
Adakah segitiga samasudut yang bukan segitiga samasisi?
Tidak terlalu sulit untuk menjawabnya, bukan? Ya.
Himpunan bangun segitiga yang didefinisikan oleh keempat definisi itu adalah sama. Ini dikatakan bahwa keempat definisi itu memiliki EKSTENSI sama. Dua atau lebih definisi yang memiliki ekstensi sama (sering juga dikatakan jangkauannya sama) disebut definisi yang EKIVALEN.
Tetapi apa perbedaannya?
Di depan telah dikatakan bahwa pengutamaan perhatian berbeda. Atribut yang satu dikatakan bahwa definisi (a) dan (b) memiliki INTENSI yang berbeda.
Pikirkan dua definisi ini, bagaimana intensi dan ekstensinya?
·         Bidang empat adalah bangun ruang yang bersisikan tiga segitiga.
·         Limas segitiga adalah limas yang alasnya berupa segitiga.

PERNYATAAN BUKAN PANGKAL
            Di depan telah dikenalkan aksioma yang juga dapat disebut sebagai pernyataan pangkal. Pernyataan yang disepakati atau tidak memerlukan pembuktian. Sekarang akan dibicarakan pernyataan lain, yang dapat diturunkan dari aksioma ataupun teorema sebelumnya.
Pada umumnya suatu teorema dapat dinyatakan sebagai suatu implikasi (Jika …… maka ……).

1. Teorema dan cara menemukannya.
         Di bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa suatu teorema atau suatu sifat tertentu  tidak selalu didapat dengan pemikiran deduktif, tetapi juga mungkin ditemukan melalui pengalaman lapangan ataupun data empirik. Namun demikian akhirnya kebenarannya harus dapat dibuktikan dengan pola pikir deduktif dalam strukturnya.
Jadi, suatu teorema atau suatu sifat tertentu dapat saja diperoleh melalui langkah-langkah induktif, baru kemudian dibuktikan kebenarannya dengan cara deduktif. Sifat-sifat suatu barisan dapat saja “ditemukan” secara coba-coba, baru kemudian dapat dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan induksi matematika. Demikian juga beberapa sifat atau teorema dalam teori jaringan atau graph.
2. Teorema
              Telah dikemukakan bahwa pada umumnya suatu teorema berupa suatu implikasi. Namun ada juga yang berupa biimplikasi. Berbeda dengan definisi, kalimatnya selalu harus diartikan sebagai suatu biimplikasi. Dalam pembicaraan teorema, termasuk di dalamnya “lemma” dan “corrolary”.
                 Jika suatu teorema dipandang sebagai suatu implikasi”Jika ….. maka …..”, dapatlah ditinjau unsur-unsurnya. Unsur-unsur suatu teorema adalah:
a.    Latar belakang
Latar belakang suatu teorema merupakan keterangan atau penjelasan yang memungkinkan teorema tersebut berlaku.
b.    Hipotesis/anteseden
Hipotesis biasanya terdapat di belakang kata “jika”. Hipotesis merupakan pernyataan yang menjadi landasan untuk dapat membuat simpulan yang berupa pernyataan lain.
c.    Konklusi/konsekuen.
Konklusi biasanya terdapat di belakang kata “maka”. Konklusi adalah pernyataan yang merupakan analisis atau hasil telaah dari hipotesis.
Perhatikan teorema di bawah ini.
(1) Sudut-sudut alas suatu segitiga samakaki sama besarnya
Pernyataan tersebut dapat diubah menjadi:
(2) Jika sebuah segitga samakaki maka sudut-sudut alasnya sama.
       Dengan bentuk pernyataan “Jika …. maka …..” ini lebih mudah menentukan unsur-unsur teorema tersebut, yaitu:
a.    Latar belakangnya adalah segitiga.
b.    Hipotesisnya adalah segitiga samakaki
c.    Konklusinya adalah sudut-sudut alasnya sama.
Dari contoh di atas jelas bahwa hipotesis suatu teorema adalah bagian yang dianggap diketahui, sedangkan konklusi suatu teorema adalah bagian yang akan dibuktikan kebenarannya.
Sekarang teorema di atas ditulis secara lain sebagai berikut.
.
(3)  Jika ABC sebuah segitiga maka ABC samakaki jika dan hanya jika sudut-sudut alasnya sama.

Apakah pernyataan terakhir (3) itu sepenuhnya sama dengan pernyataan (1)?
Ya, memang tidak sepenuhnya sama.
Jika pernyataan (1) ditulis secara simbolik maka diperoleh a ® b sedangkan pernyataan (3) dapat ditulis sebagai  p ® (q « r).
Bentuk p ® (q « r) adalah senilai dengan p ® (q ® r) dan p ® (r ® q) . Bentuk terakhir ini senilai dengan (p L q ® r)  dan  (p L r ® q).
Dengan demikian, maka hipotesis dari pernyataan (3) yang dapat juga dipandang sebagai suatu teorema haruslah dilihat secara bagian demi bagian. Cobalah!

Geometri Finit
       Geometri finit merupakan suatu geometri yang mempunyai objek kajian yang berhingga (finit). Perhatikan, misalkan diketahui aksioma-aksioma berikut.
 Aksioma 1: Terdapat tepat 4 buah titik, dan tidak ada tiga di antaranya yang segaris.
Aksioma  2: Melalui duah bua titik dapat dibuat tepat sebuah garis.
a.    Susunlah Teorema 1 yang menyatakan banyaknya garis lurus, dan buktikan.
b.    Jika kemudian disisipkan Definisi 1: Melalui tiga buah titik dapat dibuat sebuah segitiga, maka susunlah Teorema 2 yang menyatakan banyaknya segitiga.
c.    Jika kemudian disisipkan Definisi 2: Dua garis dikatakan sejajar jika tidak mempunyai titik serikat, maka susunlah Teorema 3 yang menyatakan banyaknya pasangan garis sejajar.
d.    Susunlah Teorema 3 yang menyatakan banyaknya diagonal..

Dengan cara yang sama, coba untuk geometri 5 titik.
      Diketahui aksioma-aksioma berikut.
 Aksioma 1: Terdapat tepat 5 buah titik, dan tidak ada tiga di antaranya yang segaris.
Aksioma  2: Melalui duah bua titik dapat dibuat tepat sebuah garis.
a.    Susunlah Teorema 1 yang menyatakan banyaknya garis lurus, dan buktikan.
b.    Jika kemudian disisipkan Definisi 1: Melalui tiga buah titik dapat dibuat sebuah segitiga, maka susunlah Teorema 2 yang menyatakan banyaknya segitiga.
c.    Jika kemudian disisipkan Definisi 2: Dua garis dikatakan sejajar jika tidak mempunyai titik serikat, maka susunlah Teorema 3 yang menyatakan banyaknya pasangan garis sejajar.
d.    Susunlah Teorema 3 yang menyatakan banyaknya diagonal..
Selanjutnya coba usahakan untuk menggeneralisasikan untuk geometri n titik.

      Diketahui aksioma-aksioma berikut.
 Aksioma 1: Terdapat tepat n buah titik, dan tidak ada tiga di antaranya yang segaris.
Aksioma  2: Melalui duah bua titik dapat dibuat tepat sebuah garis.
a.    Susunlah Teorema 1 yang menyatakan banyaknya garis lurus, dan buktikan.
b.    Jika kemudian disisipkan Definisi 1: Melalui tiga buah titik dapat dibuat sebuah segitiga, maka susunlah Teorema 2 yang menyatakan banyaknya segitiga.
c.    Jika kemudian disisipkan Definisi 2: Dua garis dikatakan sejajar jika tidak mempunyai titik serikat, maka susunlah Teorema 3 yang menyatakan banyaknya pasangan garis sejajar.
d.    Susunlah Teorema 3 yang menyatakan banyaknya diagonal..










Tidak ada komentar:

Posting Komentar