Sabtu, 23 April 2011

Pentingnya Pembelajaran Nilai


Situasi Pembelajaran Matematika Dewasa ini
Jika kita mencermati pembelajaran matematika di sekolah di Indonesia dewasa ini, ada beberapa gejala yang tampak mencolok, antara lain :
a.     materi pembelajaran yang sangat padat dibandingkan dengan waktu yang tersedia
b.     strategi pembelajaran yang lebih didominasi oleh upaya untuk menyelesaikan materi pembelajaran dalam waktu yang tersedia, dan kurang adanya proses dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif
c.      orientasi pembelajaran yang terpaku pada ulangan umum atau Ebtanas/UN
d.     kurang keterkaitan antara materi dan proses pembelajaran dengan dunia nyata.
Berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat diduga bahwa pembelajaran matematika di Indonesia dewasa ini belum mampu mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki oleh matematika pada diri siswa.
Untuk mengupayakan agar pembelajaran matematika di Indonesia dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki oleh matematika pada diri para siswa, banyak hal yang perlu dilakukan, antara lain penggunaan kurikulum yang fleksibel, penerapan strategi pembelajaran yang lebih memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari matematika secara aktif dan konstruktif, dan upaya untuk lebih melibatkan dunia nyata dalam  proses pembelajaran matematika di sekolah.
 
Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah
Tujuan yang Bersifat FORMAL
Pembelajaran matematika sekolah memiliki tujuan yang bersifat FORMAL. Dalam hal ini pembelajaran matematika sekolah yang diberikan kepada peserta didik dimaksudkan untuk menata nalar peserta didik serta membentuk kepribadiannya. (bila hal itu dipahami dan disepakati, jelas bahwa ketercapaiannya tidaklah hanya dilihat dari lulus/tidak lulus ujian).
Dalam tujuan formal ini terkandung aspek nilai—nilai yang terkait dengan kehidupan keseharian peserta didik kini dan kelak. Dalam hal nilai-nilai tersebut, pembelajaran matematika di masa lalu lebih ditekankan kepada pencapaian yang bersifat “by chance”, yang lebih cenderung tidak dirancang tetapi dengan sendirinya. Dewasa ini pembelajaran nilai-nilai yang terkandung dalam pelajaran matematika banyak dikaji melalui “Rencana Pelajaran” (lesson plan) yang secara sengaja disusun ke arah terbentuknya nilai-nilai tersebut pada diri siswa. Ini biasa disebut “by design”.
Tujuan yang bersifat MATERIAL
Pembelajaran matematika memiliki tujuan yang bersifat MATERIAL. Dalam hal ini pembelajaran matematika sekolah yang diberikan kepada peserta didik dimaksudkan agar peserta didik dapat memecahkan masalah matematika dan dapat menerapkan matematika. Tujuan yang bersifat material itulah yang selama ini menjadi “satu-satunya tujuan” bagi hampir semua orang. Tidak mengherankan kalau seolah-olah “kelulusan” adalah sasaran akhir pembelajaran matematika sekolah. Munculnya “kursus-kursus” menjelang ujian tertentu menguatkan pendapat tersebut.
Dengan kenyataan berkembang luasnya matematika dewasa ini, yang sudah pasti tidak mungkin semua “hal baru” harus diajarkan kepada peserta didik, para pendidik matematika mulai secara serius menaruh perhatian kepada peserta didik, para pendidik matematika mulai secara serius menaruh perhatian kepada aspek nilai formal dari pelajaran matematika itu sendiri, lebih-lebih dengan hubungannya dengan keharusan menetapkan manakah bagian matematika yang termasuk “mathematics for all”. 

PARADIGMA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Paradigma ‘guru menjelaskan - murid mendengarkan’ dan paradigma ‘siswa aktif mengkonstruksi makna - guru membantu’ merupakan dua paradigma dalam proses belajar-mengajar matematika yang sangat berbeda satu sama lain.Mengubah paradigma yang dianut oleh seorang  guru dari paradigma yang pertama ke paradigma yang kedua bukan sesuatu hal yang mudah karena kebanyakan guru sudah terbiasa dengan paradigma yang pertama, dan mereka sendiripun pada waktu masih menjadi siswa sudah terbiasa dengan paradigma yang pertama.
Sungguh-sungguh diperlukan kemauan dan tekad yang kuat untuk bisa mengubah paradigma tersebut secara nyata.

 
Penerapan Cara Belajar Matematika secara Aktif dan Konstruktif 
Jika kita menginginkan agar pembelajaran matematika di sekolah-sekolah kita dapat sungguh-sungguh meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, kiranya cara belajar matematika yang aktif dan konstruktif juga perlu digunakan oleh para siswa kita. Seperti telah diuraikan oleh Schifter dan Fosnot, proses penggunaan cara tersebut memang membutuhkan kemauan yang kuat, mengingat para siswa dan para guru di Indonesia, seperti yang juga terjadi di banyak tempat lain di dunia, telah terbiasa dengan paradigma yang lama (guru menjelaskan - siswa mendengarkan dan mengikuti petunjuk guru), ditambah lagi dengan adanya faktor-faktor sosial-budaya yang berbeda dari yang ada di negara-negara lain. Akan tetapi, jika kita memang betul-betul ingin mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada dalam pendidikan matematika di negara kita, perubahan tersebut harus kita lakukan.
Berkaitan dengan paradigma pembelajaran matematika, para pakar (Somerset dan Suryanto, 1996; Schoenfeld, 1991; Wilson dalam Yuwono, 2000; Tom Goris, 1998; Soedjadi, 2001; Marpaung, 1999; dll) menyebutkan bahwa: (i) pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah pendekatan konvensional,
yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas atau mendasarkan pada “behaviorist” atau “strukturalist”, (ii) pengajaran matematika secara tradisional mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami matematika tanpa penalaran, (iii) pembelajaran matematika yang berorientasi pada psikologi perilaku dan strukturalis, yang lebih menekankan hafalan dan drill merupakan penyiapan yang kurang baik untuk kerja profesional para siswa nantinya, (iv) kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan buku paket sebagai “resep”, mereka mengajarkan matematika halaman per halaman sesuai dengan apa yang tertulis di buku paket, (v) strategi pembelajaran lebih didominasi oleh upaya untuk menyelesaikan materi pembelajaran dalam waktu yang tersedia, dan kurang adanya upaya agar terjadi proses dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif)
(ungkapan para pakar dalam mengkritisi paradigma lama tidak dimaksudkan  sebagai “vonis” bahwa pembelajaran matematika dengan paradigma lama tidak memberikan kontribusi apapun dalam pendidikan matematika, atau bahkan justru menenggelamkan potensi-potensi yang dimiliki siswa. Tetapi secara wajar dan proporsional dapatlah dicermati bahwa ada bagian-bagian tertentu dari paradigma lama tersebut yang perlu perubahan.  Bagian tertentu yang dapat dikatakan sangat penting dan perlu upaya yang seksama agar terjadi perubahan adalah cara sajian pelajaran dan suasana pembelajaran).

Berbagai uraian di atas menandakan bahwa diperlukan suatu usaha sungguh-sungguh untuk melakukan perbahan dari paradigma lama  ke paradigma baru. Beberapa aspek berikut dapat dijadikan wacana diskusi bahwa inovasi pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan melakukan perubahan dari sisi kiri ke sisi kanan pada tabel berikut.



Terpusat Guru

Terpusat Siswa

Transmisi pengetahuan

Pengembangan kognisi

Otoriter

   Demokratis

Inisiatif Guru
Inisiatif Siswa
Siswa Pasif
Siswa Aktif
Tabu melakukan kesalahan
Kesalahan bernilai paedagogis
Kewajiban
Kesadaran, kebutuhan
Orientasi hasil
Orientasi proses dan hasil
Cepat dan tergesa-gesa
Sabar dan menunggu
Layanan kelas
Layanan kelas dan individu
Penyeragaman
Pengakuan adanya perbedaan
Ekspositori,ceramah
Diskusi, variasi metode
Abstrak; Ingatan
Konkrit;Pemahaman;Aplikasi
Matematika Murni
Matematika sekolah
Motivasi eksternal
Motivasi internal
Sangat formal
Sedikit Informal
Sentralistik
Otonomi
Sangat Terstruktur
Fleksibel
Pengajar
Pendidik; Fasilitator; Pendamping
Kontak guru siswa berjarak
Kontak lebih dekat
Terikat kelas
Tidak hanya terikat kelas
Deduktif
Induktif; deduktif
Guru pelaksana kurikulum
Guru pengembang kurikulum
Evaluasi kurang bervariasi
Assesmen, Evaluasi bervariasi
Peran guru mendominasi
Peran melayani

Problem tidak “membumi”

Problem kontekstual-realistik



Tidak ada komentar:

Posting Komentar